Mengatasi Imposter Syndrome programmer
Sering meragukan diri sendiri? itu adalah Imposter Syndrome dan berikut cara mengatasinya.
Halo, Eka disini. Blog ini adalah media untuk berbagi opini serta insight tentang isu terbaru di seputaran programming dan kehidupan programmer. Kirimkan saya pertanyaan, saya akan coba jawab di postingan berikutnya 🙏
Imposter Syndrome adalah sebuah perasaan dimana kita merasa tidak mampu atau meragukan diri sendiri. Syndrome ini ternyata bisa lebih kuat menyerang mereka yang berkecimpung di dunia programming di mana perkembangan teknologi yang sangat pesat serta bidang yang luas memberikan kesan kita tidak akan pernah menguasai semuanya.
Sindrom ini pun bisa dirasakan dalam berbagai bentuk. Yang paling sering saya lihat dan kadang juga saya rasakan adalah ketika kita merasa tidak sehebat orang lain. Ketika kita merasa tertinggal atau ketika meragukan kemampuan diri sendiri karena tidak punya latar belakang IT, tidak kuliah, atau merasa umur sudah terlalu tua untuk menjadi programmer.
Namun yang penting untuk diingat adalah: diserang perasaan tersebut ternyata adalah hal yang umum dan tidak bisa dijadikan bukti bahwa kamu benar-benar tidak mampu. Faktanya, penelitian menunjukkan bahwa sindrom ini lebih banyak dirasakan oleh mereka para high-achievers atau orang-orang sukses.
Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan munculnya sindrom tersebut di kalangan programmer seperti kamu dan saya:
Perubahan sangat cepat di bidang IT atau programming: Bahasa pemrograman, framework, tools, teknik-teknik baru terus bermunculan bahkan sebelum kita menguasai apa yang ada sebelumnya. Ini kadang membuat kita merasa bahwa tidak mungkin mengikuti semuanya.
Mengejar kesempurnaan: Banyak programmer, termasuk saya sendiri adalah tipe programmer yang selalu mengejar kesempurnaan terhadap apa yang saya buat dan bahkan terkadang berharap berlebihan. Ini menyebabkan perasaan takut untuk berbuat salah, karena kesalahan bisa berujung pada kegagalan.
Membandingkan diri: Saat ini mudah sekali membandingkan diri kita dengan orang lain apalagi dengan adanya media sosial. Melihat pencapaian orang lain, prestasi mereka, penghasilan mereka, dan membandingkan dengan yang kita punya maka bisa timbul perasaan bahwa kita tidak sehebat mereka.
Tidak berani bertanya: Tidak jarang banyak yang mengurungkan niatnya menjadi programmer hanya karena malu bertanya. Merasa kalau bertanya itu adalah tanda mereka lemah. Padahal, di bidang ini kita memang harus banyak bertanya dan mencari. Tahu cara bertanya yang baik dan tahu cara mencari yang efisien.
Rasa Kepantasan: Ini mungkin sering terjadi pada teman-teman wanita yang ingin menjadi programmer tetapi merasa bidang ini tidak cocok untuk mereka karena melihat kebanyakan programmer adalah laki-laki. Mereka lantas merasa tidak pantas untuk berada di sana, padahal tidak sedikit programmer terbaik dunia adalah wanita.
Kurangnya pengalaman: Programmer yang baru masuk ke dunia kerja pasti ada yang merasa khawatir tentang bagaimana nanti situasi ketika bekerja. Apalagi di perusahaan atau start-up besar. Menjadikan mereka overthinking serta mempertanyakan apakah mereka akan mampu menghadapi setiap persoalan yang dihadapi.
Hal penting lain yang perlu diingat adalah sindrom atau kecemasan ini tidak hanya menyerang mereka yang masih pemula. Programmer berpengalaman pun tidak akan terlepas dari sindrom ini, hanya mungkin pada kadar yang berbeda dan kondisi berbeda pula.
Mengatasi Imposter Syndrome
Berikut adalah beberapa cara menanggulangi sindrom ini sebagai programmer.
Semua pernah menjadi pemula: Kalau perasaan cemas ini menyerang maka ingatlah bahwa semua pernah menjadi pemula di bidangnya. Ada saatnya para ahli yang kita kagumi tersebut adalah seorang pemula juga. Mereka menjadi ahli karena memulai terlebih dahulu dan belajar dari pengalaman yang mereka dapatkan selama ini.
It’s okay not to know everything: Tidak apa-apa kalau memang kita tidak mengetahui semuanya. Tidak ada yang meminta kita untuk menguasai semuanya, lebih baik fokus ke bidang yang kita kuasai dan sukai serta menjadi ahli di sana. Biarlah teknologi berkembang pesat, kita tidak harus selalu berada di depannya. It’s okay berada di belakangnya.
Carilah komunitas yang mendukung: Bergabunglah ke komunitas-komunitas yang memiliki ketertarikan yang sama dengan kita. Carilah komunitas yang aktif dan saling memberi dukungan antar anggotanya. Mengetahui bahwa kita tidaklah sendirian akan mampu mengatasi atau mengurangi kecemasan berlebihan.
Rayakan setiap pencapaian: Besar atau kecil maka rayakanlah setiap pencapaian tersebut. Itu adalah bukti bahwa kita tidak selemah yang kita bayangkan, kita berhasil mencapai sesuatu. Pencapaian-pencapaian kecil tersebut akan menjadi jalan menuju pencapaian yang lebih besar.
Belajar memberi dan menerima masukan: Kritik dan saran bisa membantu kita untuk tumbuh. Mintalah saran kepada teman, mentor atau komunitas. Gunakan kritik sebagai pemicu supaya kita lebih baik. Namun jangan lupa kita juga harus aktif memberikan masukan kepada orang lain, ini akan memberikan kita dua sudut pandang yang berbeda; sebagai pemberi dan penerima.
Cari bantuan profesional: Apabila kecemasan sudah sangat berlebihan, sampai mengganggu aktifitas kehidupan sehari-hari kita, maka cobalah cari bantuan profesional yang ahli di bidang sindrom tersebut. Konseling atau terapi mungkin bisa membantu mengurai semua kecemasan tesebut dan mencarikan solusi yang paling tepat untuk kita.
Mengingat setiap orang adalah berbeda, maka hasil dari melakukan hal-hal di atas bisa saja berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
Kesimpulan
Imposter Syndrome tidak hanya menyerang pemula atau yang baru belajar, yang sudah ahli pun bukan berarti bebas dari rasa cemas dan ada kalanya juga ragu akan dirinya sendiri.
Sindrom ini adalah normal, bukan sebagai bukti bahwa kamu tidak mampu, melainkan hanya efek samping dari overthinking.
Tulisan ini terinspirasi dari https://baspa.dev/blog/imposter-syndrome dan merupakan rangkuman serta terjemahan tidak langsung darinya.
Suka dengan tulisan ini? jangan lupa subscribe👇 untuk menerima berita baik lainnya.